Kamis, 25 Februari 2016

Lelah

Kamu baru berpisah dengannya beberapa waktu yang lalu.
Rasa sakit dan cinta itu masih berbekas di hati.
Harapan untuk kembali masih terpatri disana.
Dia yang masih sering menghubungimu.
Kamu yang masih bahagia melihat panggilan darinya, tentunya akan mengangkat telepon yang berasal dari dirinya.
Membalas chat yang dia kirimkan.
Tapi dia akan menghilang ketika dia sibuk. Melupakanmu meski kamu mengirimkan pesan, dan mereject telepon saat kamu menghubungi.
Rasa sakit dan kecewa itu hadir kembali. Tapi kamu masih belum bisa melupakannya.
Hari-hari yang dilalui sudah terlalu berharga jika diakhiri sekarang.
Tapi untuk bertahan jiwa dan raga juga sudah lelah.
Hanya setitik cinta dan harapan yang masih membuat bertahan.
Air mata sudah sering jatuh di pipimu. Memikirkan apakah dia masih membutuhkan dirimu atau tidak.
Ragu itu makin kuat hari demi hari.
Perasaanmu berkata masih ingin bersamanya, tapi keadaan yang ada tidak lagi mendukung.
Dia terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, sudah tidak memikirkan dirimu.
Jika kamu protes, dirimu malah terkena serangan balik. Katanya kamu tidak pengertian.
Sakit itu mendalam. Tapi kamu masih bertahan.
Cinta yang kamu tanam masih kuat berakar, tapi pupuk itu sudah tidak diberikan lagi.
Layu satu persatu daun yang rindang.
Lalu kamu mulai lelah. Tak ada kabar pun sudah tidak apa-apa.
Lalu kamu mulai bosan.
"Toh, kami sudah tak ada apa-apa lagi," pikirmu.
Jadi kamu mulai berpaling.
Memotong semua ranting-ranting perasaan satu demi satu.

Senin, 08 Februari 2016

Pulang sore itu cupu, pulang malam itu gaul?

Siapa yang memegang prinsip 
"Kalau pulang sore itu cupu, kalau pulang kemalaman itu yang gaul."

Kalau yang serumah dengan orang tua, apa kalian berpikir begitu juga? 
Kepikiran gak sih gimana perasaan ayah saat anak kesayangannya belum pulang dan cemasnya ibu di tiap menit waktu yang berjalan? 
Apalagi kalau izin itu sama sekali tidak ada.
Yakin, di kepala mereka penuh dengan pertanyaan, 
"Anakku kok belum pulang? Dia kemana? Sama siapa?"

Terutama bagi anaknya yang merantau, kekhawatiran mereka lebih besar lagi.
Sungguh orang tua itu sebenarnya tidak rela jauh dari buah hatinya. 
Tiap hari ia merindu. 
Tiap hari ia berharap, kapan anaknya akan menelpon. 
Apakah anaknya baik-baik saja di tanah rantauan? 
Orang tua sungguh ingin menghubungi, tapi ia takut telponnya akan mengganggu kesibukan sang anak.

Cinta orang tua itu besar.
Saat anaknya yang egois, ingin mengenal dunia dan melupakan mereka.
Mereka tetap bersabar. Berusaha mengerti.
Makanya, cintai orang tuamu dengan benar.
Cukup ada di rumah, cukup dengan mereka mampu melihat atau mendengar kabar tentangmu
Itu sudah mampu membuat mereka tenang.
Tidak susah kok. Cuma masih banyak aja yang gengsi.

Tereliminasi

Tidak peka.
Salah satu sifatmu yang membuatku berkali-kali jatuh.

Sepertinya hidupmu itu enteng sekali, membuat aku, seorang gadis yang membutuhkan cinta berulang kali memaafkanmu dan menerimamu meski sudah disakiti berkali-kali.

Ah, cinta memang gila. Bahkan manusia sepertiku yang memegang teguh pikiran rasional juga bisa hilang akal karena perasaan aneh ini.

Kau bilang akan baik-baik saja tanpa aku. Lalu kenapa kau selalu kembali lagi? Di saat perasaan yang menggelayutiku belum hilang. Di saat aku masih lemah dan kembali menerima uluranmu. Tahukah kau aku begitu sakit?

Apa kau tahu seberapa menderitanya aku selama ini, hei kamu?
Lalu kau ingin kembali lagi tanpa tahu malu?
Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya? Kau akan pergi lagi?
Oh, jangan. Sudah cukup.

Mungkin kata-katamu yang ingin menjadi teman saja akan kujadikan kenyataan kali ini.
Besok, lusa dan selanjutnya. Aku masih akan mengingatmu.
Tapi bukan sebagai seseorang yang akan berdampingan denganku di pelaminan.
Apa kau masih berharap?
Oh sayang, kau sudah tereliminasi.

Apa kau pikir aku manusia yang bisa kau tarik ulur?
Ini hati, bukan yoyo.
Aku butuh cinta yang asli, bukan keegoisanmu saja.

Oh tidak, jangan pernah tawarkan cinta palsumu lagi.
Aku sudah hilang rasa.

Minggu, 07 Februari 2016

Kau datang lagi padaku

Kau datang lagi padaku
Setelah dulu berkali-kali aku bertahan
Setelah semua kau putuskan

Kau datang lagi padaku
Seolah tidak ada yang terjadi
Seolah semua baik saja

Kau datang lagi padaku
Tapi aku sudah lelah
Tahukah kau bahwa aku lelah?

Kau datang lagi padaku
Seperti mangsa yang mengejar buruannya
Tak lelah menghubungi, mencariku.

Kau datang lagi padaku
Kemana saja kau saat dulu aku kesepian?
Kemana saja kau saat dulu aku rindu sendiri? 

Kau datang lagi padaku
Aku masih mencintaimu
tapi aku sudah lelah, sungguh

Kau datang lagi padaku
Bisakah kau sekarang pergi? 
Aku sangat sakit karenamu

Kau datang lagi padaku
Dulu aku masih menunggumu
Tapi sekarang aku menyerah

Kau datang lagi padaku
dan aku sudah tidak menunggumu
aku akan pergi
sesuai yang kau inginkan dulu

Marriage?

Siapa sih yang gak klepek-klepek dengar kata "Marriage"?
Semua orang, terutama para wanita, sangat suka membahas topik yang satu ini. Terutama aku.
Bisa dibilang keinginan untuk menikah sudah ada bahkan sebelum aku mengenal kata "pacaran"
Pernikahan, indahnya hidup dengan seorang pasangan.
Bayangkan seberapa bahagianya kehidupan kita nanti.
Dulu sih aku mikirnya gitu, pasti bahagia banget ya orang yang sudah menikah. Hidupnya gak kesepian lagi.
Mungkin dia malah gak bakal sedih lagi. keinginan menggebu-gebu untuk menikah cepat terus ada di benak dan hati.
Selain itu, bukankah menikah merupakan salah satu jalan menyempurnakan agama Allah SWT?
Beranjak dewasa, keinginan itu berubah menjadi sesuatu yang tidak diprioritaskan.
Ah, dulu aku begitu ingin menikah tapi apa aku sudah butuh pendamping sekarang?
Apa aku sudah mampu hidup sendiri?
Terpisah dari orang tua yang selama ini menyayangi dan melindungi tanpa pamrih?
Sudahkah aku mampu menjadi seseorang yang mandiri, hanya hidup dan bergantung pada diri sendiri serta suami?
Apakah suamiku mampu menjadi imam yang baik?
Apakah kami akan sepemahaman dalam mengarungi biduk rumah tangga dan mengurus anak-anak?
Begitu banyak pertanyaan berputar di kepala.
Iya kalau pasangannya seromantis dan sepengertian di komik, film atau novel.
Tapi kalau tidak? Apa yang harus dilakukan?
Aku sudah melihat berbagai macam masalah rumah tangga dari orang lain.
Betapa mengerikannya sebuah kenyataan yang ada dalam sebuah pernikahan,
Betapa kejamnya masalah kehidupan yang menerpa.
Betapa dahsyatnya kesetiaan dan perasaan diuji.
Lucunya keinginan untuk menikah itu masih tetap ada.
Dan aku selalu berdoa, semoga Allah SWT dengan senangnya mau mendatangkan kekasihku dengan jalan yang paling baik.
Mau minta sama siapa lagi?
Dia-kan penulis cerita cinta yang terhebat.