Selasa, 31 Januari 2012

A face of boyfriend


Ryani tertawa bersama teman-temannya, Dara, Rara dan Terry, ketika sebuah mobil grand vitara abu-abu melenggang masuk ke halaman rumahnya yang dipadati tamu-tamu undangan pesta ulang tahun Ryani.
Seorang gadis turun dari mobil, tepat ketika mata Ryani mengarah ke parkiran mobil. “tuh si Lita datang.” Ujarnya tersenyum
Ryani dan kawan-kawan melihat ke arah teman yang sedang mereka jadikan bahan pembicaraan di belakang forum. Lita memang anak yang biasa-biasa saja, tapi teman-teman dan tentunya bersama Ryani merasa gadis itu selalu sok! Sok cantik, sok narik perhatian, dan plus-plusnya, menurut mereka Lita adalah siswi tergaring di kelas mereka.
Tatapan mata mereka masih mengarah ke Lita, bisik-bisik tetangga seperti biasa. Lita tahu dia dipandangi, tapi toh ia tidak mau peduli. Ditariknya seseorang turun dari mobil dengan paksa. “ayo turun!” perintahnya
Lita mendekati teman-temannya dan yang berulang tahun dengan senyuman. “Halo!” dan dijawab senyuman yang menurut Lita, agak terpaksa dari teman-temannya
“siapa tuh Lita? Sopir baru kamu?” tanya Dara penasaran pada pria di sebelah Lita. Badannya tinggi dan kekar, berkumis dan memakai topi gelap. Kacamata terpajang di wajahnya. Dengan pakaian yang belel seperti orang-orang tak punya baju.
Lita meringis. Agak sakit hati juga mendengar perkataan seperti itu dari teman-teman yang menurutnya, tidak menyukainya tanpa alasan yang logis. Lita tahu kok, mereka itu sering membicarakan Lita di belakang. Tapi toh walaupun sakit hati, Lita tak mau ambil pusing. Buat apa mengurusi hal yang tak penting seperti itu?
“nggak. Ini pacar aku. Namanya Ali.” Ujar Lita penuh percaya diri. Ali menyalami temannya satu persatu. “maaf ya Ryani. Aku mesti buru-buru pulang. Ada urusan. Oh iya, ini kado buat kamu. Memang tidak bagus-bagus amat sih, tapi aku harap kamu suka.” Lita pamit pada Ryani yang menerima kadonya dan pamit kepada penyelenggara pesta.
Berjalan dengan cepat sambil menarik tangan Ali. Ia bukannya tidak ada urusan, tapi ia tak mau berurusan lebih lama dengan keberadaannya di tempat yang sama sekali tak membuatnya nyaman.
“Bisa juga dia punya pacar.” Tanya Rara seusai mobil grand vitara abu-abu keluar dari pekarangan. “tapi kok pacarnya gitu sih? Iih...gak ada bagusnya.”
“Bener juga. Yah, cocoklah sama si Lita.” Ujar Ryani menambahkan
“sst...kayaknya sih si Lita udah katarak. Orang kayak gitu kok dijadiin pacar, mending jadi pembantu aja di rumahku. Atau tukang kebun kali ya?” Ucapan Terry disambut tawa teman-temannya.
+++
Ryani dan kawan-kawannya berdiri di depan rumah Lita, menunggu gadis itu membukakan pintu. Mereka sedang door to door. Dan kebetulan Lita termasuk orang yang gampang dimintai uang. Walaupun enggan, mereka tidak mau menyia-nyiakan kesempatan mendapat uang dari keluarga Lita.
Yang ditunggu akhirnya datang, mereka tahu dari suara tapak kakinya. Pintu dibuka dan membuat mereka berhasil menganga dengan perasaan yang begitu kuat. Yang membukakan pintu...ganteng sekali!!!
“loh? Kalian teman-teman Ryani kan? Tunggu ya aku panggilkan dulu. Silahkan masuk.”
Ryani dan teman-temannya tersenyum jaga image. Melangkah masuk ke rumah Ryani malu-malu. “sayang! Teman kamu datang tuh!” suara Lelaki ganteng itu terdengar hingga ke ruang tamu walaupun dia tidak berada di ruang tamu, membuat Ryani dan kawan-kawan kaget setengah mati.
“kok...dia manggil si Lita sayang sih?”
“oh...wajar lagi. Kalian emangnya gak pernah dengar ya kalau keluarganya Lita tuh manggil satu sama lain dengan sebutan sayang?”
“oh iya ya.”
Lita melangkah ke ruang tamu, agak enggan. Ali, kekasihnya berjalan di sebelahnya. “udah, temuin aja dulu. Siapa tahu niat mereka baik?” ujar Ali kemudian duduk di depan televisi yang dari tempat duduknya bisa melihat keadaan ruang tamu.
Lita menghembuskan napas memasang senyum manis. “hai, ada apa?” ujarnya duduk di salah satu kursi yang lowong.
“gini, kami lagi DTD, orang tua kamu ada?”
“wah, mereka lagi keluar. Hmm...proposalnya ditaruh aja dulu. Besok aku kasih uangnya.” Lita tersenyum, huh datangnya Cuma mau minta uang, pikirnya.
“oh. Rumah kamu kok sepi banget? Sama siapa aja Lita?” tanya Ryani basa-basi terhadap Lita. Kurang enak juga kalau udah dibilang begitu terus mereka langsung pulang.
“iya. Aku Cuma bertiga sama adik cowokku dan Ali.” Ujar Lita tersenyum sambil melirik ke arah lelaki yang dari tadi menatapnya was-was.
Ryani dan kawan-kawannya berpandangan.
“Ali? Alinya mana?”
“Loh? Kalian tadi kan dibukakan pintu sama dia?”
Ali datang kembali sesaat setelah dibicarakan. “kayaknya ada yang nyebut namaku ya?”
“iya. Temenku lupa sama kamu, yang.” Jawab Lita dengan senyum kemenangan. “mungkin karena dandananmu beda kali ya. Waktu itu kan mau drama.”
“Drama?”
“iya, dia pemain baru FTV.”
Ryani dan kawan-kawannya kembali berpandangan lagi. “ya, udin deh. Kita-kita pamit dulu.” Mereka keluar dari rumah Lita dengan wajah tidak menyangka, kalau Ali yang mereka ejek dulu itu ternyata sekeren ini!
Lita tertawa setengah mati setelah Ryani dan kawan-kawannya menghilang. “rasain tuh! Makanya jangan suka ngeremehin orang!”
“dasar. Ketawa puas deh kamu.”
“habiis. Mereka selalu ngeremehin aku sih. Sekali-kali aku bikin cemburu kan gak apa-apa.”
Ali tersenyum geli, melihat Lita tertawa seperti ini membuatnya senang, tapi..."jangan pamer lagi seperti itu. aku bukan pajangan."
Lita mengangguk. "siip Bos!"

Selesai

Angin


Bersama angin kabarku pergi
Apakah sampai padamu disana?
Tempat anonim yang diatasnya kau berpijak?

Berkali-kali angin menenangkanku
Dari rasa khawatir berlebihan pada lebah serupa
Belaian lembutnya sepertimu
Ataukah angin itu adalah bagian dirimu
Yang menggoyangkan kelopak-kelopakku dengan nyanyiannya?
Entahlah, aku ragu

Yang kuyakini adalah hatiku
Angin membawa aromamu
Dan aku percaya
Kau masih dilewati
Oleh angin manis itu

Aku hanya bisa berharap
Seanonim apapun tempatmu berada
Kau masih bisa tersenyum
Kau masih baik-baik saja disana

Dengan keyakinan itu
Aku percaya
Aku masih bisa bertahan

Mr. Ali Baba


Ali duduk di base camp grup pecinta alamnya. Dio disampingnya, mendengarkan sang sobat yang sedang curhat tentang masalah remaja.
“Aku takut jatuh cinta padanya”
“hah? Kenapa memangnya dia? Sifatnya jelek ya?”
“enggak! Dia malah sangat baik, dia manis, pengertian dan sangat menarik”
“terus? Kenapa?”
“aku…hanya takut jika aku jatuh cinta padanya, semua ini akan salah”
“salah? Gak ada ya jatuh cinta itu salah! Cinta itu fitrah, bung! Gak ada tuh cinta yang membawa malapetaka!”
“iya…aku tahu. Aku sangat tahu hal itu. Aku sudah jatuh cinta padanya, bahkan aku sangat menyayanginya dan ingin selalu disisinya! Tapi ada sesuatu yang mengganjal, dan ini membuatku merasa salah!”
Dio tertawa melihat sahabatnya, Ali. “hei, bro. kukasih tahu nih ya, segala sesuatu itu pasti ada yang salah dan ada yang benernya! Aku tahu banget, dari cara kamu membicarakan dia kamu sayang banget sama dia. Emangnya dia siapa sih?”
Ali tercekat. Bingung antara memberitahukan hal yang sebenarnya atau bahkan hanya menyimpannya sendiri. Tapi, dia sangat butuh saran dari seseorang. Bagaimana ini?
“ng…tapi jangan kaget ya” ungkap Ali
Dio tersenyum “iya”
“dia itu …” Belum sempat pembicaraannya dengan Dio selesai, semua teman-teman grup mereka datang dan membuat suasana ramai
Ali mematung, pembicaraannya dengan Dio belum selesai. Dan lagi disitu ada Mina, cewek yang baru saja dia ingin sebut namanya.
Dio memperhatikan tatapan Ali. Kemana nih orang ngeliatnya? Pikirnya. Ketika dia mendapati dengan jelas kemana arah pandangan Ali, hatinya langsung kaget dan sontak membisiki Ali “jangan bilang kamu suka Mina?”
Ali mengangguk pelan, lalu tersenyum kecil. “aku gak suka, aku Cuma sayang” jawabnya sambil berbisik
Dio tertegun melihat sahabatnya itu, bener-bener gak habis pikir! Aku kira Ali gak bisa jatuh cinta! Ternyata dia bisa juga, dan cewek itu Mina! Padahal biasa-biasa banget tuh cewek, kok bisa ngerebut hatinya si Ali yang super keras kayak batu itu ya? Pikir Dio dalam hati
***
“hei! Ngapain kamu sama dia!” Ali berlari mendekati Mina yang sedang marah menatap wajah tukang becak satu persatu.
“Ali? Ngapain disini?” Tanya Mina yang kaget
Ali tidak menjawab. “pergi gak! Atau kulempari nih!” teriaknya
“idih, situ jangan marah. Kami Cuma mau nawarin tumpangan keluar. Nyari duit kan sekarang susah”ungkap para tukang becak itu kemudian meninggalkan Ali dan Mina dengan perasaan kesal
Mina menatap Ali dari belakang dengan rasa penuh keheranan. Teman-temannya yang lain masih di dalam buat solat Ashar dan seingatnya Ali tadi juga masih di dalam. Karena hari ini Mina lagi “dapet” jadi izin pulang duluan.
“ng…Ali kok disini? Gak Sholat?” tanya Mina keheranan
“eh? Oh sudah. Eh hmm … itu hmm” Ali tergugup mendapati Mina memperhatikannya. Duh, sial! Kok jadi gugup gini? Gengsi banget!
Mina mengernyitkan dahi. Kenapa nih orang? Tanyanya. “kamu kenapa sih? Aneh banget?”
“eh nggak hmm, ehem mau ikut?” Tanya Ali akhirnya berhasil kalem.
Mina mengernyitkan dahinya lagi, “hah? Bukannya kamu paling anti bonceng orang? Dan lagi, rumah kamu kan ke arah kanan bukan ke arah kiri?”
Ali menggaruk kepalanya, -duh sumpah kenapa susah banget ngajakin nih cewek-,  “enggak apa-apa naik aja” Ali menaiki motornya
“nggak ah! Nanti kamu main-main lagi”
“naik nggak!!!” Ail menggertak Mina sehingga Mina kaget. “oh, Sorry”
“kamu kenapa sih? Aneh banget tahu gak! Tuan Ali Baba yang biasanya ogah-ogahan kok jadi baik gini? Kesambet apa tuan?” tanya Mina heran sambil menyedekapkan tangannya
Ali memakai helmnya dan menghidupkan mesin motornya “rumah kamu dimana? Aku anterin beneran nih!”
“beneran? Rumah aku tuh di dekatnya Supermarket Halifah! Jauh banget dari rumah kamu yang diujung kota! Gak usah deh, ngerepotin” Mina mulai berjalan tapi Ali menghadangnya dengan motornya
“nih ambil! Naik aja!” Diberinya helm standar kepada Mina. Mina membelalakkan matanya –ya udah deh, mumpung gratis!- ujarnya dalam hati, kemudian ikut naik di motor Ali.
Dilihatnya kearah belakang, berharap tak ada yang melihat. Takut nanti jadi gosip.
“eh curang! Mina dibonceng Ali!!!” Suara Mai mengagetkan Mina yang melihat teman-temannya mulai berteriak-teriak mengejek. –oh, pasti besok gosip lagi deh- ujar Mina
Sedang Mina sibuk memikirkan hal apa yang akan terjadi, Ali yang sudah menjalankan motornya sibuk menenangkan diri didepan. Tadi ia juga dengan jelas mendengar teriakan teman-temannya. –apa aku salah ngambil langkah ya?- tanyanya dalam hati
***
Dio disamperin Ali yang sudah datang dari tadi. “Di, cerita nih!” Ujar Ali
Dio kebingungan –biasanya nih anak paling telat datang. Kok sekarang malah nomor satu?-
“aku sengaja datang cepat-cepat supaya bisa ngobrol. Bahaya kalau yang lain udah pada datang soalnya. Lagian kamu kan orang yang selalu paling cepat datang. Aku gak bisa tidur nih semalaman” Ali mengekor dibelakang Dio yang menaruh tasnya dahulu didalam kelas kemudian keluar kembali
“gini nih orang jatuh cinta! Kebiasaan buruk pun berubah, bagus deh. Cerita apa? Mina lagi?”
“iya”
“kenapa lagi dia? Aku gak tahu nih, kemarin kan aku cepat pulang gara-gara les.”
“hmm…aku ngebonceng dia pulang kemarin”
Dio mematung, kaget dengan apa yang diucapkan Ali. –hah? Beneran? Ali si super pelit ngeboncengin orang sampai ngeboncengin Mina yang rumahnya jelas-jelas jauh banget dari rumahnya dengan sukarela?- “kesambet setan apa kamu, Li?”
“enak aja! Gak kesambet apa-apa tahu! Cuma, aku mau cerita. Setelah aku sadar aku sayang sama dia. Kenapa susah banget buat bertingkah seperti biasa didepannya? Kemarin aja kalimat nganter dia pulang, keluar gitu aja dari nih mulut. Tapi bagus juga sih, aku jadi tahu rumahnya.” Ali senyum-senyum sendiri
“ada yang lihat gak?” pertanyaan Dio belum sempat dijawab Ali ketika Gea masuk dan meneriaki telinga Ali
“cie…cie!!! Yang kemarin nganter pulang Mina!” Tuh kan! Gosipnya dah mulai menyebar
Gea menggoda Ali sampai Ali mengusirnya dengan jengkel dari kelas
“baru aja mau nanya. Ternyata kamu malah dilihat sama anak-anak satu grup. Lihat aja nanti. Kamu bakal kesusahan deh, Li! Kamu tahu reputasi kamu gimana di sekolah! ‘gak mau nembak cewek dan maunya ditembak cewek’! Kalau kayak gini gimana? Masa Mina mau nembak kamu? Idih gak banget buat ukuran dia!”
Ali diam. Bener banget yang dibilang Dio. Ali itu terkenal menyebalkan  dan sok di sekolahan. Kalau dia suka sama seseorang pasti seantero sekolah bakalan tahu. Dan itu pasti gak adil buat Mina!
“aku gak tahu, Di”
***
Mina berjalan melewati koridor kelas Ali dengan teman-temannya. Ali melihatnya dari dalam kelas, ia sedang bermain dengan teman-teman di laptop milik Dio.
Ali segera berjalan keluar dengan cepat. “ng…Mina!”panggilnya
Mina berbalik, tapi setelah melihat siapa yang memanggilnya. Ia segera mempercepat jalannya dan menyueki Ali yang salah paham. Tapi toh, ujung-ujungnya mereka ketemu juga saat berkumpul.
Keadaaan sepi ketika Ali datang. “Mina. Mana temen-temen cewek yang lain?” tanya Ali ketika mendapati Mina duduk sendirian di depan Gazebo tanpa seorangpun disampingnya
“ada sih. Tapi lagi pada pergi ke kantin. Temen-temen cowok mana semua?” Mina bertanya balik
“oh, ada kok. Lagi pada foto kopi soal-soal Fisika didepan” Ali duduk agak jauh dari Mina.
-huh, tuh kan.Aku ini memang cewek yang gak disuka cowok kali ya? Bahkan Ali aja gak mau deket-deket hiks- Mina menutup matanya menahan rasa sedihnya.
-sial! Manis banget sih!-Ali menatap Mina diam-diam dari tempatnya duduk. “Min. Kamu udah kerjain peer Biologi gak?” tanyanya membuka pembicaraan
“aku? Udah kumpul tuh” jawab Mina sambil senyum. –ya udah deh-
“eh, Min. Bagusnya kita liburan dimana ya?” tanya Ali
“liburan? Gimana gak di puncak aja? Atau di bukit ujung kota?” jawab Mina
-sial! Andai aja aku bisa percaya diri duduk disamping dia. Kenapa sih, gengsi ini bikin kesel melulu?- umpat Ali dalam hati
Mina diam dan Ali diam. –Li,mau makan? Atau Li, mau snack? Iih, kenapa sih susah banget ngeluarin kata-kata ke dia? Huh, mana aku gak berani lagi duduk didekat dia. Huh!- Pikir Mina
***
Liburan akhirnya tiba, diputuskan mereka mendaki di salah satu gunung wilayah kota mereka. Mina dan Ali jalan bersama Vira dan Erni. Ali adalah ketua kelompok mereka dalam pemanjatan gunung kali ini. Dan sialnya –untung banget!- Mina dan Ali ditempatkan dalam kelompok yang sama.
“awas ya, vir, Ni. Jalanannya licin. Mina? Loh? Mana?” Ali panik tidak melihat Mina dibelakangnya.
“dia ada dibelakang. Ngejaga Erni.” Ujar vira.
Ali yang melihat tas Erni kebesaran “sini deh, tukaran tas! Tas aku ringan loh”
Mina melihat dari belakang –tuh kan, tepat dugaanku. Ali suka sama Erni. Yah, patah hati lagi dan lagi-
***
Malam ini malam terakhir mereka berkemah. Bintang-bintang indah sekali. Mina duduk disamping Ega dan Dio disalah satu pohon besar diantara kemah mereka.
“eh, ga. Bagus banget bintangnya! Di kota susah ngelihat bintang begini” ujar Mina
“iya. Paling enak nembak cewek nih kalau langitnya cantik begini.” Ujar Ega membuat Mina malu
Ali –enak banget disana- ikut-ikutan duduk disamping Dio dan Mina “hei!”
Mina melihat Ali langsung merasa sakit hati “gak ngajak Erni, Li?” tanya Mina sengaja
“hah? Ngapain ngajak dia?” tanya Ali
“ya iyalah. Kamu kan suka sama dia” ujar mIna berniat menggoda Ali, padahal dia ingin mengejek!          
Ali tertegun –aku tuh sukanya sama kamu, tahu!- “idih. Astaga! Nggak! Tidak ada yang aku suka kok.” ujar Ali
Dio yang mendengar pembicaraan Ali dan Mina, membisiki Ega “sst…kita tinggalin mereka berdua yuk”
Ega tersenyum jahil dan mengikuti Dio yang beranjak dari tempat itu. Ali dan Mina tidak sadar bahwa di tempat itu hanya tinggal mereka berdua. Sedangkan teman-teman mereka yang lain sudah pergi kedekat api unggun
“bohong. Jelas-jelas kamu selalu merhatiin dia. Cie-cie, Ali love Erni!!!” Goda Mina tak henti-henti
Ali jengkel “sembarangan! Enggak kok! Aku tuh sukanya sama …”
“sama Erni kan? Pwiit” Siul Mina.
“aku udah bilang aku gak suka Erni! Tapi sama kamu!!!” Ali berteriak didepan wajah Mina yang kaget mendengar kata-kata Ali
Ali mengerutkan dahi tanda kesal. Tapi didalam pikirannya, ia mencerna kembali apa yang dia ucapkan. –Astaga!!!- Ali mematung seperti Mina.
“ng…hmm, itu. kamu suka Erni ya?” tanya Mina berusah bercanda – bohong! Gak mungkin tadi Ali bilang suka aku. Dia kan suka Erni?-
Ali yang kesal diejek memegang bahu Mina “aku-sayang-kamu! Bukan Erni atau siapapun juga! Tapi kamu! Ngerti???”
Dilepasnya Bahu Mina yang dicengkeram. –biarin deh! Udah terlanjur!- ujarnya dalam hati.
“gak usah marah-marah gitu! Kamu bohong kan? Main-main doang kan? Mana mungkin kamu suka aku? Kamu bohong ya?” tanya Mina pelan namun penuh amarah dan rasa heran
Ali menunduk “aku gak bohong. Aku beneran. Duh, gini nih. Kenapa malah aku yang nembak? Ya udah deh, kamu suka aku?”
Mina terdiam –to the point banget nih orang?- kemudian tersenyum. “ng, kalau aku bilang ya kenapa? Kalau tidak kenapa?”
“jawab saja! Susah sekali!” Ali menggertak lagi – duh, gugup- padahal dia sungguh penasaran dengan perasaan Mina yang susah ditebak
“iya deh iya! Ya!” Kali ini Mina yang membalas dengan teriakan kemudian segera melangkah cepat ke tempat teman-teman mereka.
Ali tertawa dan langsung menyusul langkah kaki Mina. Menatap Mina dari belakang dan kembali ke tempat teman-teman mereka.
“Lega” ujar mereka berdua dalam hati
***
“loh? Jadi? Kalian ini pacaran atau tidak sih?” tanya Dio ketika mereka menunggu bus pulang ke kota.
“hah? Yah, aku gak nanya.” Jawab Ali yang juga bingung
Mina muncul dari belakang mereka mengagetkan “pacaran? Emangnya aku mau pacaran sama dia? Iih” ujarnya mengejek
Ali menganga. “beneran nih?”
Mina yang melihat ekspresi wajah Ali menjadi merah wajahnya. “malu tahu! Emangnya kamu ngajak kita pacaran? Enggak kan?” bisik Mina ditelinga Ali.
Dio diantara mereka –jadi obat nyamuk- pergi diam-diam lagi berharap tidak mengganggu.
“aku gak mau ngajak pacaran. Kamu aja”ujar Ali.
Dio menggelengkan kepalanya mendengar pembicaraan dibelakang. –gila si Ali. Cewek tuh, Li!-
“enggak mau! Ya udah deh, kalau gak mau. Toh, emang aku penting buat kamu? Enggak kan?” Mina mengeluarkan kata-kata itu dengan mudah dengan nada mengejek.
Cup! Sebuah ciuman mendarat di pipi Mina. Membuat wajah Mina kembali memerah.
“mau jadi pacar aku, nona manis?” ujar Ali
Mina dengan malu-malu “wah, Tuan Ali Baba. Itu hal yang lumayan menarik untuk dicoba”
Tawa mereka lepas. Dio yang masih berada disekitar mereka dan mengintip pembicaraan tersenyum –duh, pacaran aja kok susah!- “woi! Landing mulu! Bisnya dah datang tuh!” teriaknya
“Iya!!!”
Selesai