Jumat, 01 April 2011

My Sweet Boyfriend

Aku duduk di kantin, memperhatikan orang yang berlalu lalang di belakang Lili. Mataku menangkap sesosok lelaki yang melewati lorong di luar kantin, tertawa bersama beberapa teman-temannya.
                Perkenalkan, Namaku Anis. Lelaki yang tadi kuperhatikan adalah Owi. Dia kekasihku. Kami baru sekitar tiga minggu berpacaran. Hubunganku dengannya selalu dalam keadaan baik. Selama tiga minggu itu, aku dan dia tidak pernah berkencan secara resmi ke mall ataupun ke taman kota. Kami lumayan sering bersama, tapi biasanya yang kami lakukan adalah kegiatan belajar mengajar. Dia mengajariku berbagai pelajaran di sekolah. Maklum, dia kan kakak kelasku di sekolah ini.
                Lili tahu aku memperhatikan seseorang di luar kantin, sehingga dia menoleh. Kemudian kembali mengalihkan pandangan kepadaku. “ckckck. Anis…Anis. Kenapa kamu mau pacaran sama Kak Owi?” tanyanya. Ia menyeruput es teh di depannya nikmat.
                Aku hanya tersenyum padanya, tidak berniat menjawab sama sekali. Soalnya Lili dan aku memang tidak dekat, sekarang aku bersamanya di kantin karena tak ada teman-teman lain di kelasku yang kelaparan seperti kami berdua. Lili tahu aku tidak berniat menjawab, sehingga ocehannya mulai terdengar.
                “eh, gak ngejek sih. Kamu lihat dia kan? Dia itu cupu, kutu buku dan gak gaul. Banyak loh kakak kelas yang keren gitu, yang gaul. Malah kalau gak salah aku pernah dengar tuh ada kakak kelas yang menurutku sih lumayan kerenlah, dia suka loh sama kamu! Udah tinggalin aja kak Owi!” ujarnya membuatku sedikit kesal
                “dia gak separah itu kali, Lili. Lagian dia orangnya baik kok.”jawabku berusaha tenang
                “hhh…emang susah ngomong sama kamu. Banyak cowok keren, malahan nyari cowok cupu. Ya udah deh, pacar aku udah nunggu tuh. Aku balik duluan ya ke kelas.”ujarnya dengan wajah tersenyum, walau aku tahu sebenarnya dia sedang mengejekku. Kok dia ngurusin sih masalah aku? Toh, Owi itu kan pacar aku?
                Aku kembali ke dalam kelas. Mengikuti pelajaran, dan selama itu aku tidak berniat bicara dengan Lili. Lili memang anak gaul di sekolahan. Dia lumayan terkenal. Dia juga suka bergosip ria. Tapi dia kan gak berhak ngejelek-jelekin Owi! Di depanku pula!
                Bel baru saja berbunyi, kubereskan tas dan perkakas belajarku yang lain. Perkataan Lili masih berputar di kepalaku. Langkahku kutujukan ke halaman sekolah. Aku sendirian, teman-temanku yang lain masih sibuk dengan kegiatan ekskul. Aku sudah minta izin sebelumnya, kalau hari ini aku memang tak bisa mengikuti kegiatan ekskul.
                “Hai, Nis” Sapa seseorang di belakangku. Aku menoleh, Owi!
                Dia menaikkan alisnya, kemudian memberikan senyuman kepadaku. Senyuman yang selalu membuatku menjadi gugup dan sesuatu memenuhi rongga dadaku. “udah mau pulang?” tanyanya lembut
                “i…iya.” Kutundukkan kepala, enggan dia melihatku gugup seperti ini.
                “hei, Wi! Ngapain disitu? Rapatnya udah mau mulai tahu!” Sapa seorang temannya yang kemudian berlari masuk ke  dalam.
                Aku menaikkan kepalaku, dan mengerti, Owi ingin menyapaku walaupun ia begitu sibuk. “Yah, Sorry, Sepertinya aku gak bisa nemenin kamu pulang. Aku duluan deh, An.”Senyum Owi kemudian membalikkan badannya dan ikut berlari.
                Kuperhatikan dirinya sampai menghilang di balik tembok kelas. Kemudian kembali  kulangkahkan kaki melewati gerbang sekolah. Aku memang tidak akan langsung pulang ke rumah, Tanteku yang memiliki rumah di dekat sini mengadakan pesta dan aku harus membantunya di rumahnya.
                Pikiranku kembali melayang pada perkataan Lili. Oke, aku mengakui. Owi emang gak keren-keren banget. Tapi dia itu gak jelek! Bahkan dia manis sekali! Apalagi kalau membuka kacamata yang selalu nangkring di wajahnya. Dia memang kutu buku, tapi dia sama sekali gak cupu. Pengetahuannya sangat luas, dan pengetahuan itu ditularkan padaku.
                Dulu, Owi dan aku bertemu gara-gara ia menyenggolku di perpustakaan, menyebabkan beberapa buku yang kupegang terjatuh. “maaf.”ujarnya, kami segera mengambil buku-buku itu. Kemudian ia memberikannya padaku dan menaikkan kepalanya. Wajahnya terlihat terkejut. Membuatku ikut kaget.
                Kuanggukkan kepala. Sinar matanya sangat lembut. Untunglah kesadaranku tidak menghilang terserap sinar matanya itu.
                Hari itu aku pulang sendirian, karena besok hari piketku sehingga aku mesti membersihkan sepulang sekolah agar besok aku tidak kesusahan lagi. Sekolah sudah sepi ketika itu. Tak ada kegiatan ekskul hari ini. Sehingga semua murid pulang dengan cepat.
                “Nis! Anis!” suara seseorang terdengar memanggilku. Kutolehkan wajah dan mendapati kakak kelas tadi berlari ke arahku sambil melambaikan tangannya menyuruhku berhenti
                Tentu saja aku berhenti. “Nih, kartu pelajar kamu. Tadi jatuh di perpus.” Disodorkannya selembar kartu padaku.
                Kuambil kartu tersebut dan segera memasukkannya dalam kantong. “makasih ya, kak.”ujarku
                Dia tersenyum membuat wajahku kembali memerah. Kemudian berbalik dan meninggalkanku berdiri sendirian.
                Malamnya, aku sedang duduk-duduk di ruang keluarga ketika suara bel berbunyi mengagetkanku. Segera kularikan kaki ke pintu utama. “loh? Kak Owi?” seruku terkaget melihat lelaki yang tadi mengembalikan kartu kepadaku berdiri di hadapan. “kok…disini?” tanyaku kebingungan
                Dia tersenyum. “nih, ada hadiah.” Tiba-tiba sebuah buket bunga mawar putih berada di hadapanku. “buat kamu.”ujarnya manis
                Kuambil perlahan bunga itu. Aku tak pernah dapat bunga sebelumnya! “terima kasih!” ujarku penuh rasa terharu. “masuk yuk.”
                Kuperhatikan pakaian kak Owi, begitu rapi. Aku sampai pangling. Kacamatanya ia taruh di saku kemeja. Penampilannya mengalahkan lelaki-lelaki keren yang pernah kulihat di televisi. Ketampanannya membuat keluargaku yang sudah duduk di sampingku terpana. Ayah saja sampai menelan ludah !
                Hari itu aku begitu kaget. Kedatangan kak Owi ke rumahku adalah untuk menjadikanku kekasihnya! Astaga! Dan dia juga berkenalan dengan keluargaku! Untungnya orang tuaku begitu setuju aku berpacaran dengannya. Sejak hari itu, aku resmi menjadi kekasihnya. Aneh juga.
                Kukembalikan perhatianku pada langkah-langkah menuju rumah tante. “eh, si Cupu. Lewat sini mau kemana?” tiba-tiba suara yang lumayan kukenal terdengar bersamaan dengan suara mesin mobil. Itu Fera, teman centil Lili. Ngapain sih dia? “sinis banget! Padahal kamu itu bukan siapa-siapa tahu!” Didorongnya aku. Tapi kutatap dia lebih marah dari sebelumnya
                “hei, ngapain kamu?” suara Owi terdengar. Ia berdiri dua meter dariku. Loh? Bukannya dia sedang rapat?
                “cih! Pacar cupu kamu datang!” Fera segera menutup jendelanya dan melarikan mobilnya yang kecil itu.
                Owi berlari kecil ke arahku. “kamu itu gak bisa nunggu aku bentaran gak sih? Aku kan tadi minta izin dulu!” tegurnya
                “emang kamu bilang buat ditungguin? Enggak ah!” balasku
                “eh? Nggak ya? Hehehe. Lupa aku.”dia menertawakan kecerobohannya sendiri. “yuk, kita ke rumah tante kamu.” Dipegangnya tanganku dengan memberikan tatapan lembut  yang selalu menyelimutiku dengan kehangatannya.
                “ng!” Kami berlari kecil, sambil tertawa-tawa. Dia gak cupu. Gak  bakal pernah jadi cupu di depan aku kok. Setidaknya dia selalu melindungiku. Sampai saat ini, satu hal yang kusadari bukanlah dia memang gak gaul atau dia gak keren. Yang kusadari adalah aku menyayanginya.

Kamis, 31 Maret 2011

Rahasia pemain Badminton

Fia menghapus papan tulis kelasnya dengan jengkel. –uukh. Kenapa sih semuanya Cuma nyeritain bulu tangkis!!!” Gerutunya dalam hati
Teman-temannya tak ada yang tahu bahwa Fia jengkel dengan topik pembicaraan mereka. Mereka menghiraukan Fia dan asyik bergosip. Apalagi pemain bulu tangkis yang lagi digosipkan itu Hendri Fandi yang cakep dan cool itu!
Fia menaruh penghapus papan tulis dengan setengah membanting, membuat salah satu temannya menoleh. Fia cengengesan, dan kembali dicuekin.
Hatinya panas, “kalian semua kok bicarain bulu tangkis melulu sih? Ganti topik bisa gak?” tanyanya dengan suara datar ketika duduk di antara teman-temannya
Pembicaraan mereka sempat terhenti, tapi kalimat yang dikeluarkan Fia sia-sia saja. Mereka kembali bercerita tentang pujaan hati, Hendri Fandi.
Seminggu setelahnya, topik teman-teman mereka masih sama. Bulu tangkis yang dominan kea rah Hendri Fandi.
Jam kosong diisi teman-teman Fia bergosip ria, tentang pertandingan terbaru Hendri Fandi yang mewakili nusantara. Fia menyendiri, malas mendengarkan.
“eh, Fia! Ngapain sih sendirian?” Tanya Cinta menghampiri bangku Fia, Cinta baru saja tiba dari kantin.
“enggak. Pengen aja kok.” Ujar Fia tersenyum.
“oh ya. Ada pemberitahuan nih. Dengerin yah. Woi semuanya! Dengerin! Besok ada pertandingan bulu tangkis antar sekolah! Jadi diharapkan kalian datang buat jadi supporter! Aku loh yang maen! Oh iya! Buat cewek-ceweknya, ada Hendri Fandi loh. Dia datang jadi guest. Dan buat cowok-cowoknya, Ada Susi Susanti looh!” Teriak Cinta. Semua orang menoleh ke arahnya, kecuali Fia yang menutup telinga.
Teman-teman Fia segera menghampiri meja Fia dengan wajah gembira. “beneran nih? “ Tanya mereka
Dengan sekali anggukan, teriakan terdengar dari muka meja Fia yang merengut. “dia…dia nanti mau ngapain? Main sama siapa? Masa duduk-duduk doang?” Tanya salah satu gadis itu
“enggaklah. Dia bakalan main di acara pembukaan, ngelawan Susi Susanti. Buat nyontohin permainan yang baik dan benar sama para peserta gitu” jelas Cinta membuat teriakan histeris terdengar. Fia mengerutkan dahi.
“eh, Fi. Kamu ikut juga ya! Kita liatin si Hendri Fandi !” Seru gadis-gadis itu
“gimana ya…enggak usah aja deh. Aku males.”ujarnya membuat gadis-gadis itu kecewa
“ayolah, Fi. Kalau kamu gak mau liatin si Hendri, liatin aja aku main! Support aku gitu.”Ajak Cinta
“gimana ya...oke deh. Kalau buat nyupport kamu aku sih mau-mau aja.” Jawab Fia dengan senyuman
Cinta dan temannya yang lain tersenyum membalas.
***
Fia menahan dagu duduk di bangku supporter dekat dari ruang pemain. Fia dan teman-temannya datang cepat tadi. Dan kebetulan sekolah mereka dapat bangku di dekat ruang ganti pemain. Lucky! Kata teman-temannya.
Fia diam, bukan karena ia tidak ingin bicara. Tapi karena semua temannya sedang terpesona menatap Hendri Fandi yang berlaga di lapangan bulu tangkis. “oh, please.”ujar Fia ketika teman-temannya kecewa saat pertandingan Hendri selesai.
“oke guys. Kayaknya aku mesti pergi sebentar.”ungkap Fia
Entah ada apa, salah seorang temannya berkata “kamu itu kenapa sih Fia? Semenjak kami membicarakan Hendri Fandi dan bulu tangkisnya, kamu tuh bête melulu. Terus bawaannya menyendiri. Kamu benci sama bulu tangkis dan Hendri? Kamu pasti gak bisa main bulu tangkis kan!”
Fia mengernyitkan dahi. Bingung. “hah? Kenapa bilang begitu?Aku kan Cuma…”kalimat Fia terpotong. Soalnya teman-temannya melihat Hendri berjalan di lorong menuju ruang ganti pemain.
“kyaa…! Fia liat deh! Hendri tuh ganteng banget ciih!” ungkap temannya yang tadi nyerocos gak jelas.
Fia menyedekapkan tangan dan menggelengkan kepalanya ketika teman-temannya dan supporter lain yang berjenis kelamin wanita berlarian menghampiri Hendri.
Hendri tersenyum dan menyampaikan sesuatu yang membuat fans-fansnya menurut untuk duduk kembali. Fia tertawa melihat teman-temannya.
Hendri memperhatikan para fansnya kembali ke tempat duduk, sambil tersenyum ia menuju bangku penonton. “Fia!” Serunya setengah berlari.
Teman-teman Fia yang tadinya berbahagia dan kegeeran hendak disamperin bintang hati, mematung dan menoleh ke arah Fia yang tersenyum lembut pada Hendri yang meraih tangannya dan mengajaknya berbicara di lorong ruang ganti. Teman-teman Fia mengikuti dari belakang.  
“kamu datang juga. Katanya males datang kesini.”Tanya Hendri terlihat senang
“gini ya. Aku datang bukan buat kamu, tapi buat teman aku yang bakalan main hari ini.”Fia mengelak
“ah, masa sih.”Hendri hendak memeluk Fia tapi tangan Fia menahannya
“jangan mendekat! Lupa ya kalau kamu lagi keringatan?” Fia menutup hidung dan tangannya yang lain membuka tasnya. “kamu itu aromanya mengganggu! Kenapa gak langsung handukan?”
Teman-teman Fia berbisik “ih, Fia. Sopan dong sama Hendri!”
Hendri tertawa mendengar kalimat Fia “biarin aja. Aroma yang kayak gini kan bikin kamu kangen sama aku” Ujarnya kepedean
Fia menjulurkan lidahnya kepada Hendri sambil mengotak-atik tasnya mengeluarkan handuk “sini aku keringin dulu” Dikeringkannya bahu dan rambut Hendri.
Teman-temannya hanya menganga melihat Fia dan Hendri yang begitu dekat. Cinta yang ada disitu juga angkat bicara “Fia…kamu kenal Hendri?”
Fia dan Hendri berpandangan mendengar pertanyaan itu. “kamu gak kasih tahu mereka aku siapa?” Tanya Hendri
“loh? Perasaanku udah deh. Emang aku gak pernah bilang ya?” Pertanyaan Fia dibalas gelengan teman-temannya.
Hendri tertawa. “Fia ini calon istri aku di masa depan.”Hendri menjawab gelengan teman-teman Fia dan merubah gelengan itu menjadi kebingungan yang besar. Fia melotot pada Hendri yang membuang muka. Soalnya kata-kata Hendri terlalu berlebihan.  
“tunggu. Bukannya Fia benci sama yang namanya bulu tangkis?” Tanya temannya lagi
Kali ini Fia yang menjawab dengan tawa. “oh, kalian salah paham tuh. Aku suka banget sama bulu tangkis. Cuma, dari kemarin-kemarin aku lagi bête aja gara-gara dia! Nelpon, sms, chatting dan apapun itu, Cuma bulu tangkis melulu yang dibahas. Padahal kami kan lumayan jarang ketemu”
“iya betul. Fia tuh, orang yang bikin aku pinter main bulu tangkis! Dia partner aku sejak dulu.”Hendri yang sudah bersih, memeluk bahu Fia. Tapi Fia segera melepaskannya lagi. “kalo gitu aku ganti baju dulu ya, Fi”ujarnya meninggalkan mereka semua yang berdiam kecuali Fia yang mengangguk
Setelah Hendri pergi. Teman-teman Fia menginterogasinya. “kok kamu gak pernah bilang sih kalau kamu kenal Hendri? Sejak kapan?” Tanya mereka
“Loh? Aku udah kenal dia sejak masih TK. Dia waktu itu sudah SD. Kebetulan, aku suka banget main bulu tangkis. Ya udah kami selalu main sama-sama sejak itu”
Teman-temannya belum puas. “kok kamu bisa pacaran? Bukannya pacar kamu tuh Endy yah?”
“Endy itu nama panggilanku buat dia! Oh, ternyata kalian gak tahu itunya toh. Kami pacaran…hehehe. Gara-gara apa ya. Mungkin karena kami sempat terpisah beberapa tahun, terus pas ketemu yah…nyadar kalau saling suka. Eh, ujung-ujungnya pacaran.”Fia memerah wajahnya
Teman-temannya tersenyum getir. Berbalik dan berteriak. “Gak mungkin!!!!!!”

Hello, world! I'm Comiing!

Akhirnya blog ini jadi juga. Moga-moga aja Blog ini bisa bermanfaat deh! soalnya kalau bermanfaat, yang punya juga bakalan seneng. :-)