Aku duduk di kantin, memperhatikan orang yang berlalu lalang di belakang Lili. Mataku menangkap sesosok lelaki yang melewati lorong di luar kantin, tertawa bersama beberapa teman-temannya.
Perkenalkan, Namaku Anis. Lelaki yang tadi kuperhatikan adalah Owi. Dia kekasihku. Kami baru sekitar tiga minggu berpacaran. Hubunganku dengannya selalu dalam keadaan baik. Selama tiga minggu itu, aku dan dia tidak pernah berkencan secara resmi ke mall ataupun ke taman kota . Kami lumayan sering bersama, tapi biasanya yang kami lakukan adalah kegiatan belajar mengajar. Dia mengajariku berbagai pelajaran di sekolah. Maklum, dia kan kakak kelasku di sekolah ini.
Lili tahu aku memperhatikan seseorang di luar kantin, sehingga dia menoleh. Kemudian kembali mengalihkan pandangan kepadaku. “ckckck. Anis…Anis. Kenapa kamu mau pacaran sama Kak Owi?” tanyanya. Ia menyeruput es teh di depannya nikmat.
Aku hanya tersenyum padanya, tidak berniat menjawab sama sekali. Soalnya Lili dan aku memang tidak dekat, sekarang aku bersamanya di kantin karena tak ada teman-teman lain di kelasku yang kelaparan seperti kami berdua. Lili tahu aku tidak berniat menjawab, sehingga ocehannya mulai terdengar.
“eh, gak ngejek sih. Kamu lihat dia kan ? Dia itu cupu, kutu buku dan gak gaul. Banyak loh kakak kelas yang keren gitu, yang gaul. Malah kalau gak salah aku pernah dengar tuh ada kakak kelas yang menurutku sih lumayan kerenlah, dia suka loh sama kamu! Udah tinggalin aja kak Owi!” ujarnya membuatku sedikit kesal
“dia gak separah itu kali, Lili. Lagian dia orangnya baik kok.”jawabku berusaha tenang
“hhh…emang susah ngomong sama kamu. Banyak cowok keren, malahan nyari cowok cupu. Ya udah deh, pacar aku udah nunggu tuh. Aku balik duluan ya ke kelas.”ujarnya dengan wajah tersenyum, walau aku tahu sebenarnya dia sedang mengejekku. Kok dia ngurusin sih masalah aku? Toh, Owi itu kan pacar aku?
Aku kembali ke dalam kelas. Mengikuti pelajaran, dan selama itu aku tidak berniat bicara dengan Lili. Lili memang anak gaul di sekolahan. Dia lumayan terkenal. Dia juga suka bergosip ria. Tapi dia kan gak berhak ngejelek-jelekin Owi! Di depanku pula!
Bel baru saja berbunyi, kubereskan tas dan perkakas belajarku yang lain. Perkataan Lili masih berputar di kepalaku. Langkahku kutujukan ke halaman sekolah. Aku sendirian, teman-temanku yang lain masih sibuk dengan kegiatan ekskul. Aku sudah minta izin sebelumnya, kalau hari ini aku memang tak bisa mengikuti kegiatan ekskul.
“Hai, Nis ” Sapa seseorang di belakangku. Aku menoleh, Owi!
Dia menaikkan alisnya, kemudian memberikan senyuman kepadaku. Senyuman yang selalu membuatku menjadi gugup dan sesuatu memenuhi rongga dadaku. “udah mau pulang?” tanyanya lembut
“i…iya.” Kutundukkan kepala, enggan dia melihatku gugup seperti ini.
“hei, Wi! Ngapain disitu? Rapatnya udah mau mulai tahu!” Sapa seorang temannya yang kemudian berlari masuk ke dalam.
Aku menaikkan kepalaku, dan mengerti, Owi ingin menyapaku walaupun ia begitu sibuk. “Yah, Sorry, Sepertinya aku gak bisa nemenin kamu pulang. Aku duluan deh, An.”Senyum Owi kemudian membalikkan badannya dan ikut berlari.
Kuperhatikan dirinya sampai menghilang di balik tembok kelas. Kemudian kembali kulangkahkan kaki melewati gerbang sekolah. Aku memang tidak akan langsung pulang ke rumah, Tanteku yang memiliki rumah di dekat sini mengadakan pesta dan aku harus membantunya di rumahnya.
Pikiranku kembali melayang pada perkataan Lili. Oke, aku mengakui. Owi emang gak keren-keren banget. Tapi dia itu gak jelek! Bahkan dia manis sekali! Apalagi kalau membuka kacamata yang selalu nangkring di wajahnya. Dia memang kutu buku, tapi dia sama sekali gak cupu. Pengetahuannya sangat luas, dan pengetahuan itu ditularkan padaku.
Dulu, Owi dan aku bertemu gara-gara ia menyenggolku di perpustakaan, menyebabkan beberapa buku yang kupegang terjatuh. “maaf.”ujarnya, kami segera mengambil buku-buku itu. Kemudian ia memberikannya padaku dan menaikkan kepalanya. Wajahnya terlihat terkejut. Membuatku ikut kaget.
Kuanggukkan kepala. Sinar matanya sangat lembut. Untunglah kesadaranku tidak menghilang terserap sinar matanya itu.
Hari itu aku pulang sendirian, karena besok hari piketku sehingga aku mesti membersihkan sepulang sekolah agar besok aku tidak kesusahan lagi. Sekolah sudah sepi ketika itu. Tak ada kegiatan ekskul hari ini. Sehingga semua murid pulang dengan cepat.
“Nis ! Anis!” suara seseorang terdengar memanggilku. Kutolehkan wajah dan mendapati kakak kelas tadi berlari ke arahku sambil melambaikan tangannya menyuruhku berhenti
Tentu saja aku berhenti. “Nih, kartu pelajar kamu. Tadi jatuh di perpus.” Disodorkannya selembar kartu padaku.
Kuambil kartu tersebut dan segera memasukkannya dalam kantong. “makasih ya, kak.”ujarku
Dia tersenyum membuat wajahku kembali memerah. Kemudian berbalik dan meninggalkanku berdiri sendirian.
Malamnya, aku sedang duduk-duduk di ruang keluarga ketika suara bel berbunyi mengagetkanku. Segera kularikan kaki ke pintu utama. “loh? Kak Owi?” seruku terkaget melihat lelaki yang tadi mengembalikan kartu kepadaku berdiri di hadapan. “kok…disini?” tanyaku kebingungan
Dia tersenyum. “nih, ada hadiah.” Tiba-tiba sebuah buket bunga mawar putih berada di hadapanku. “buat kamu.”ujarnya manis
Kuambil perlahan bunga itu. Aku tak pernah dapat bunga sebelumnya! “terima kasih!” ujarku penuh rasa terharu. “masuk yuk.”
Kuperhatikan pakaian kak Owi, begitu rapi. Aku sampai pangling. Kacamatanya ia taruh di saku kemeja. Penampilannya mengalahkan lelaki-lelaki keren yang pernah kulihat di televisi. Ketampanannya membuat keluargaku yang sudah duduk di sampingku terpana. Ayah saja sampai menelan ludah !
Hari itu aku begitu kaget. Kedatangan kak Owi ke rumahku adalah untuk menjadikanku kekasihnya! Astaga! Dan dia juga berkenalan dengan keluargaku! Untungnya orang tuaku begitu setuju aku berpacaran dengannya. Sejak hari itu, aku resmi menjadi kekasihnya. Aneh juga.
Kukembalikan perhatianku pada langkah-langkah menuju rumah tante. “eh, si Cupu. Lewat sini mau kemana?” tiba-tiba suara yang lumayan kukenal terdengar bersamaan dengan suara mesin mobil. Itu Fera, teman centil Lili. Ngapain sih dia? “sinis banget! Padahal kamu itu bukan siapa-siapa tahu!” Didorongnya aku. Tapi kutatap dia lebih marah dari sebelumnya
“hei, ngapain kamu?” suara Owi terdengar. Ia berdiri dua meter dariku. Loh? Bukannya dia sedang rapat?
“cih! Pacar cupu kamu datang!” Fera segera menutup jendelanya dan melarikan mobilnya yang kecil itu.
Owi berlari kecil ke arahku. “kamu itu gak bisa nunggu aku bentaran gak sih? Aku kan tadi minta izin dulu!” tegurnya
“emang kamu bilang buat ditungguin? Enggak ah!” balasku
“eh? Nggak ya? Hehehe. Lupa aku.”dia menertawakan kecerobohannya sendiri. “yuk, kita ke rumah tante kamu.” Dipegangnya tanganku dengan memberikan tatapan lembut yang selalu menyelimutiku dengan kehangatannya.
“ng!” Kami berlari kecil, sambil tertawa-tawa. Dia gak cupu. Gak bakal pernah jadi cupu di depan aku kok. Setidaknya dia selalu melindungiku. Sampai saat ini, satu hal yang kusadari bukanlah dia memang gak gaul atau dia gak keren. Yang kusadari adalah aku menyayanginya.